Bahayanya Monopoli Cina, Pribumi Kolaps di Kandang Sendiri
Media Globe - Serbuan produk Cina benar-benar membuat masyarakat Indonesia kewalahan. Orang-orang Cina (RRC) membuat produk berskala besar dan murah membuat pedagang Indonesia menjadi pengimpor hasil produksinya.
Berbagai macam produk masuk, seperti tekstil dan produk garmen. Di Pasar Tanahabang, Jakarta Pusat, misalnya, tekstil asal Cina banyak dijual. Meski secara kualitas rendah tapi murahnya harga membuat tekstil dan garmen impor semakin deras masuk.
Di kawasan Pusat Grosir Senen Jaya, dipastikan bahwa 80 persen barang yang dijual adalah hasil produksi China dan Hong Kong seperti tas, sepatu, dan jam tangan.
Harga tas impor China berbahan baku kulit sintetis atau parasut memang menjadi pusat perhatian masyarakat. Harganya berkisar Rp100 ribu-Rp350 ribu per buah atau bisa lebih murah lagi jika membeli dalam jumlah banyak (grosir).
Tak ubahnya dengan jam tangan, jam tangan warna-warni dan beraneka model untuk semua kalangan dijual di pusat grosir ini. Harganya berkisar di Rp30 ribu-Rp100 ribu per buah.
Yang menjual pun kebanyakan orang Cina. Mereka selalu membanggakan bahwa produk nenek moyangnya yang bisa memonopoli Indonesia.
Bambang Smit, Ketua Umum Gerakan Pribumi Bersatu, ditemui Roemah Priboemi di Jalan Pejambon 1, Jakarta Pusat, Rabu (24/6/2015) mengatakan, selama ini Indonesia hanya menjadi tong sampah bagi Cina.
“Pasca pemberlakuan pasar bebas dengan negara tersebut awal tahun lalu, produk Cina kini menguasai 18,5 persen pangsa pasar impor Indonesia atau naik 33 persen dibanding 2009. Pemerintah pun menengarai produk di bawah standar berharga murah yang masuk. Lalu apakah Indonesia akan tetap menjadi tong sampah bagi barang-barang berkualitas rendah dari berbagai negara?” Tegas Smit.
Bahkan, orang-orang Cina yang sudah lama menetap dan membaur dengan pribumi Indonesia yang katanya “merasa” menjadi WNI, justru tidak mendukung pribumi dan lebih memilih produk nenek moyangnya.
Membanjirnya produk Cina ini, tentu membuat pemerintah tidak berkutik. Sebagai informasi, sejumlah pihak mendesak pemerintah untuk melakukan renegoisasi perdagangan bebas dengan Cina yang tercantum dalam ACFTA. Hal ini dikarenakan posisi Indonesia dan China tidak seimbang.
“Pemerintah selama ini tidak bertindak. Harusnya pemerintah bisa melindungi industri dalam negeri agar tidak mati di kandang sendiri,” ujarnya.
Smit menambahkan, dari laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan nilai ekspor barang dari Indonesia ke Cina terus menurun, sedangkan nilai impor barang dari China ke Indonesia terus mengalami peningkatan.
“Ekspor kita menurun, impor dari Cina meningkat. Tidak ada yang bisa kita banggakan. Cina datang ke Indonesia menjajah tapi justru dibiarkan. Lihat saja PKL Monas dikejar-kejar dan mau ditembak oleh Ahok hanya karena berdagang untuk mengais rejeki di negeri sendiri. Tapi orang Cina yang datang bersama produknya bak raja malah dibiarkan,” sebut Smit.
Karena itu Smit menghimbau kepada para pedagang di seluruh tanah air, khususnya pribumi untuk mengesampingkan produk Cina, dan beralih ke produk dalam negeri.
“Dengan mentransaksikan produk lokal, maka kekuatan ekonomi Indonesia akan terbangun. Dan pada akhirnya membentuk kemandirian bangsa. Kita kalau dianggap market yang baik, seperti yang dikatakan Singapura dan Malaysia, maka kita harus berjuang pada produk-produk lokal,” tegas Smit.
Smit menegaskan, saat ini Indonesia sedang dalam cengkraman Cina. Semua serba Cina. “Ini sangat berbahaya bagi kita. Orang Cina (RRC) maupun Cina dalam negeri tidak seharusnya dibiarkan memonopoli pribumi. Semua itu pernah diatur dalam PP 10 tahun 1959. Karena itu pribumi harus bangkit dan menyadari bahwa NKRI sekarang ini berada dalam kekuasaan aseng. Mari kita bersatu untuk membentengi diri dari bahaya Cina. Tidakkah kita kasihan dengan nasib anak cucu kita mendatang,” imbuhnya.
Smit mencontohkan, betapa bahagianya orang Cina yang tinggal di Indonesia. “Saat ini etnis Cina di Indonesia ingin mencari ‘teman’. Mereka mengundang saudara-saudara mereka dari RRC untuk datang ke Indonesia dan menjadi orang-orang kelas satu di negeri ini,” tuturnya.
Orang Cina selama di Indonesia, mereka tidak segan mengubah budaya dan tradisi leluhur kita. Lihat saja, logo HUT Jakarta ke 488 diganti dengan kepala naga. Padahal sebelumnya gambar garuda.
“Ini menandakan Cina sudah mengakar di Jakarta. Apapun alasan Ahok, tetap mengganti naga tidak ada hubungannya. Naga buka logo kita. Mereka ingin mengubah falsafah bangsa. Hal ini tidak bisa dibiarkan, harus dilawan,” pungkasnya.
0 Response to "Bahayanya Monopoli Cina, Pribumi Kolaps di Kandang Sendiri"
Post a Comment