Ternyata ada Kalla di Balik BP Migas
Megakorupsi Rp 2 triliun
Polisi membela Wapres Jusuf Kalla dalam penjualan kondensat kepada PT Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang diduga merugikan negara Rp 2 triliun. Mantan kepala BP Migas Raden Priyono mengaku hanya menjalankan perintah Jusuf Kalla.
Kabar burung yang beredar sejauh ini adalah keluarga SBY dan orang-orang dekatnya menjadi dalang megakorupsi di tubuh BP Migas. Kabar ini kira-kira bunyinya begini: “Korupsi besar-besaran dari penjualan kondensat tanpa tender kepada PT TPPI didalangi oleh SBY dan orang-orang dekatnya. Buktinya, TPPI sedang sekarat ketika diberi proyek kondensat.”
Sri Mulyani, yang menjadi Menkeu ketika keputusan penjualan tersebut diambil, bahkan sampai dipanggil dari Amerika untuk bersaksi di Bareskrim Polri. Spekulasi bahwa Sri Mulyani dan SBY sebagai dalang korupsi pun kian merebak. Para pendukung kabar burung tersebut tentu makin bernafsu untuk melihat antek-antek SBY lainnya diseret oleh polisi ke meja hijau.
Tapi kini situasi kian berbalik. Sri Mulyani ternyata tak diikutsertakan dalam rapat pengambilan keputusan untuk menjual kondensat kepada PT TPPI. Rapat ini dilakukan pada 21 Mei 2008 dan dipimpin oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla. Mantan ketua BP Migas, Raden Priyono, yang telah dijadikan tersangka oleh polisi, membenarkan pembelaan Sri Muyani. Dalam rapat tersebut, katanya Priyono, Kalla menginstruksikan agar kondensat dijual kepada TPPI yang sedang di ambang bangkrut. Alasannya, TPPI adalah milik negara sehingga harus diselamatkan.
Kalla sendiri telah membela diri dahwa dirinya tak melakukan kesalahan, dan pihak kepolisian seia-sekata. Kepala Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigadir Jenderal Victor Simanjuntak menyatakan bahwa yang bersalah adalah orang yang menjalankan perintah. Victor juga menyatakan bahwa ada kemungkinan asal sebut saja nama Kalla untuk menyelamatkan diri.
Nah, menurut Victor lagi, ada kejanggalan dalam penunjukkan TPPI karena kinerja keuangan perusahaan milik pemerintah ini sedang buruk. Selain itu, menurut Victor, aliran dana dari TPPI tak semuanya masuk ke kas negara. Sayangnya Victor tak menjelaskan kemana saja aliran dana haram itu bermuara.
Bareskrim sendiri telah berkerjasama dengan BPK untuk mengaudit kasus ini dan menghasilkan kesimpulan bahwa negara mengalami “total loss” senilai sekitar Rp 2 triliun dari nilai total trasaksi US$ 2,7 miliar. Menurut Kalla, kerugian tersebut terjadi karena TPPI tak melunasi pembayaran kondensat yang telah dibeli dari pemerintah. Sedangkan menurut Priyono, sesuai dengan isi kontrak, TPPI punya waktu 15 tahun untuk melunasi utangnya.
Inilah mengapa dia bersikeras bahwa sesungguhnya belum ada kerugian negara dalam kasus kondensat tersebut. Priyono juga mengacu pada keputusan pengadilan niaga yang menyatakan masalah utang piutang antara BP Migas dengan TPPI adalah kasus perdata, bukan pidana.
Bagaimana akhir dari kisah kondensat ini tentu masih terlalu pagi untuk meramalkannya. Yang pasti kasus ini sudah lama beredar dari mulut ke mulut. Versinya pun berubah-ubah karena kerap dibumbui oleh mereka yang memiliki kepentingan pribadi atau cuma ingin dibilang jagoan oleh handai-taulan.
Kasus kondensat ini mirip dengan Petral dan Mafia Migas. Ada demikian banyak kabar angin yang beredar. Para pakar pun ikut memeriahkan suasana dengan mengaku tahu persis siapa dan bagaimana para Mafia Migas bekerja, serta pejabat pemerintah yang berkongkalikong dengan mereka. Bahkan Menteri ESDM Sudirman Said ikut ambil bagian. Dia pernah menyebut bahwa semua “usaha pembubaran Petral berhenti di kantor presiden.”
Sayangnya semua omongan tersebut akhirnya menjadi sekadar bualan. Tak satupun dari mereka berani menyebut nama penjahat Migas yang dimaksud. Di hadapan DPR, Sudirman Said juga menyatakan hanya mau berbicara di ruang tertutup untuk mengungkapkan bagaimana SBY menolak pembubaran Petral. Gombal..!
source : IndonesianReview.com
0 Response to "Ternyata ada Kalla di Balik BP Migas"
Post a Comment