Ketakutan Resesi
Dolar bisa menembus Rp 15.000
Daya saing ekspor semakin loyo, target pajak sulit dicapai, dolar bisa menembus Rp 15.000
Marhaban ya Lebaran. Menyambut datangnya hari raya kali ini, kita dihantui rasa khawatir yang amat besar. Bukan, bukan permasalahan harga sembako yang bikin deg-degan, karena untuk sementara persoalan itu bisa diatasi pemerintah melalui peraturan presiden. Dengan keluarnya perpres ini kelangkaan dan gejolak harga barang bisa diatasi, kendati belum berfungsi sepenuhnya. Buktinya, di beberapa daerah, harga sejumlah bahan pokok tetap merangkak naik.
Yang membuat khawatir adalah ancaman resesi yang terus membayangi. Kita tahu, nilai tukar rupiah semakin lembek. Setahun lalu setiap 1 dolar AS dihargai Rp 11.000, tapi kini simata uang hijau telah melampaui nilai Rp 13.000. Diperkirakan, pelemahan ini akan terus berlangsung hingga akhir tahun 2015.
Sebuah ramalan yang mengerikan, memperkirakan dolar akan menembus Rp 15.000. Dugaan ini bukan sesuatu hal yang mustahil terjadi. Lihat saja, daya saing ekspor Indonesia semakin loyo. Ditambah dengan turunnya harga komoditas gara-gara minyak naik.
Sementara investor pun kian enggan menernakkan dananya di Indonesia, gara-gara The Fed berniat mengerek suku bunganya. Ini juga yang membuat para pemilik uang memburu dolar.
Sebenarnya, kondisi ini sudah tercium sejak lama. Bank Dunia untuk Indonesia, misalnya, menyatakan tantangan Indonesia yang pertama adalah permintaan dari China yang terus menurun. Menurut dia, dalam beberapa tahun terakhir, permintaan impor China telah menurun 1,7%.
Namun bagi Indonesia ini dampaknya sangat dalam. Ekspor ke China dalam beberapa tahun terakhir telah turun 48%. Seharusnya, pemerintah bisa menggeser penurunan ekspor komoditas ini ke arah ekspor manufaktur. Tapi ternyata, angka ekspor manufaktur Indonesia dalam beberapa waktu terakhir tidak mengalami kenaikan.
Lantas kebijakan pemerintah Indonesia untuk membebaskan APBN dari ketergantungan subsidi BBM adalah sebuah langkah maju. Dalam jangka panjang, hal ini akan berdampak bagus meski belum terlalu terlihat di jangka pendek. Namun, perpindahan belanja subsidi menjadi belanja modal yang produktif seperti infrastruktur, masih perlu waktu.
Lantas target realisasi pajak yang beberapa tahun terakhir meleset, dan juga lambatnya penyerapan belanja modal pemerintah, menjadi tantangan tersendiri. Seperti diketahui, realisasi penerimaan pajak negara, hingga akhir Mei, baru mencapai Rp 377,03 triliun atau 29,13% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015 yang sebesar Rp 1.294,26 triliun. Penerimaan pajak kali ini turun 2,44% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang sebesar Rp 386,47 triliun.
Ini jelas menghawatirkan karena target pajak tahun 2015 tumbuh 31,41% dari realisasi 2014. Apalagi, setoran pajak secara bulanan pada Mei malah melambat dari bulan sebelumnya. Jika dihitung lagi, penerimaan pajak selama Mei saja hanya mencapai sebesar Rp 66,93 triliun. Bandingkan penerimaan selama April yang mencapai Rp 111,87 triliun.
Nah, akankah target pajak yang sedemikian besar itu akan tercapai kelak? Atau sebaliknya, pemerintah harus melakukan tambal sulam agar pertumbuhan ekonomi kita bisa on the track?
0 Response to "Ketakutan Resesi"
Post a Comment